Kamis, 02 Januari 2020

SEJARAH TARI TOPENG CIREBON


Sejarah Tari Topeng Cirebon
Pada masa kerajaan Majapahit tarian dengan menggunakan Kedok atau Topeng dilakukan oleh Raja-raja sebagai simbol kekuasaan. Disebutkan dalam kitab Negarakertagama dan Pararaton bahwa Raja-raja Majapahit, termasuk juga Hayam Wuruk, menarikan tarian dengan menggunakan Kedok dari Emas.1Setelah Majapahit runtuh dan berkuasa kerjaan Demak yang Islam, alam pikiran Majapahit tidak lenyap, termasuk di antaranya ′′ingatan kolektif′′ tentang Tari Topengdengan kemasan yang dibarukan. Dari Demak inilah Tari Topengkemudian menyebar ke seluruh pulau Jawa dan mengalami transformasi dengan budaya lokal sehingga muncullah berbagai variasi Tari Topengyang berbeda-beda di hampir seluruh pulau Jawa, sebut saja Tari TopengPanji di Surakarta dan Yogyakarta, Topeng Malang, Topeng Madura dan sebagainya.Tari Topeng Cirebon bila ditelusuri dari pola dan struktur tariannya dapat dikatakan relatif lebih terpelihara dari pada Tari Topengdi daerah lain. Menurut sejarah hal inidimungkinkan terjadi karena Cirebon selama beberapa tahun pernah berada di bawah kekuasaan Demak dan mempunyai hubungan kekerabatan yang cukup dekat sehingga keaslian Tari Topeng yang diciptakan di kalangan istana Demak tetap terpelihara di istana Cirebon.2Berbeda dengan data di atas, para DalangTopeng Cirebon menyebutkan bahwa Topeng yang sekarang diwarisi masyarakat Cirebon diciptakan oleh Sunan Panggung. Sunan Panggung ini diyakini sebagai Sunan Kali Jaga. Bahkan Babad Cirebonmenyebutkan bahwa Sunan Panggung adalah putera Sunan Kali Jaga yang oleh Sultan Demak diangkat menjadi Pangeran yang mengurusi pertunjukan Wayangdan Topeng. Sunan Panggung menurunkan keahliannya kepada Pangeran Bagusan dan tokoh inilah yang mengajarkan anak cucunya seni Topengdan Wayangyang berfungsi sebagai tuntunan dalam menyebarkan agama Islam kepada masyarakat. Adapun menurutbuku yang berjudul “Cirebon falsafah,tradisidanadat budaya” karyaMohammed Sugianto Prawiraredja, Tari Topengkonon diciptakan oleh Ki Danalaya, salah seorang murid Sunan Kali Jaga, yang kemudian mewariskannya kepada tokoh-tokoh Seniman Cirebon. Pada masa sekarang terdapat dua Cengkok (gaya) dalam pementasan seni Tari Topeng, yaitu Cengkok Arjawinangun (Slangit) dan Cengkok Losari (astanalanggar). Tari Topeng Cirebon yang disebut Topeng Babakan (tahapan) karena terdiri dari empat babak (tahapan) yang menampilkan empat tokoh berlainan karakter, yaitu Panji, Samba, (Pamindo), Patih (Tumenggung) dan Klana (Rahwana). Masing-masing tokoh melambangkan perjalan hidup manusia dari mulai masa bayi, kanak-kanak, remaja dan dewasa.4Menurut Babad Cirebon, pada saat berkuasanya Sunan Gunung Jati sebagai penguasa Islam di Cirebon, maka datanglah percobaan untuk meruntuhkan kekuasaan Cirebon di Jawa Barat. Tokoh pelakunya adalah Pangeran Welang dari daerah Karawang. Tokoh ini ternyata sangat sakti dan memiliki pusaka sebuah pedang bernama Curug Sewu.Penguasa Cirebon beserta para pendukungnya tidak ada yang bisa menandingi kesaktian Pangeran Welang. Dalam keadaan kritis maka diputuskan bahwa untuk menghadapi musuh yang demikian saktinya harus dihadapi dengan diplomasi kesenian. Setelah disepakati bersama antara Sunan Gunung Jati, Pangeran Cakra Buana dan Sunan Kali Jaga maka terbentuklah tim kesenian dengan Penariyang sangat cantik,yaitu Nyi Mas Ganda Sari dengansyarat Penarinya memakai Kedok/Topeng.Mulailah tim kesenian ini mengadakan pertunjukan ke setiap tempat seperti lazimnya sekarang disebut Ngamen. Dalam waktu singkat tim kesenian ini menjadi terkenal sehingga Pangeran Welang pun penasaran dan tertarik untuk menontonnya. Setelah Pangeran Welang menyaksikan sendiri kebolehan sang Penari, seketika itu pula dia jatuh cinta. Nyi Mas Ganda Sari pun berpura-pura menyambut cintanya dan pada saat Pangeran Welang melamar maka Nyi Mas Ganda Sari minta dilamar dengan pedang Curug Sewu.Pangeran Welang tanpa pikir panjang menyerahan pedang pusaka tersebut, bersamaan dengan itu maka hilang semua kesaktian Pangeran Welang.Dalam keadaan lemah lunglai tidak berdaya Pangeran Welang menyerah total kepada sang PenariNyi Mas Gandasari dan memohon ampun kepada Sunan Gunung Jati agar tidak dibunuh. Sunan Gunung Jati memberi ampun dengan syarat harus memeluk agama Islam. Setelah memeluk agama Islam Pangeran Welang dijadikan petugas Pemungut Cukai dan dia berganti nama menjadi Pangeran Graksan. Sedangkan para pengikut Pangeran Welang yang tidak mau memeluk agama Islam tetapi ingin tinggal di Cirebon, oleh Sunan Gunung Jati diperintahkan untuk menjaga Keraton-KeratonCirebon dan sekitarnya.5Pembuatan Topeng pada Islam lama merupakan kegiatan untuk mementaskan tradisi kesenian lama. Topeng menjadi bahasa rupa, sebagai media komunikasi pendidikan yang meleburkan diri dengan tarian yang diiringi dengan Gamelan. Drama dan tarian ini bermula dari pusat-pusat kegiatan seni budaya, yaitu di istana dan tempat tinggal para Bangsawan. Lakon cerita yang dipertunjukkan biasanya bersumber pada siklus Ramayana dan Mahabarata.Sebagai karya seni istana dengan ketentuan-ketentuan kaidah seni yang serba mengikat, maka pembuatan dan wujud Topeng dikenakan peraturan-peraturan. Karena bakat seni yang berbeda di pusat-pusat kesenian tersebut, maka timbul perbedaan gaya Topeng yang kemudian berpengaruh terus dalam perkembangan Topeng pada zaman Islam. Perbedaan gaya tersebut tampak pada unsur-unsur ekspresi dan ungkapan artistik seperti pada warna, garis dan atribut Topeng. Ekspresi Topeng adalah pencerminan dari wajah kedalam perlambangan tipologis.Para Sultan dan Bangsawan pada zaman Islam lama sesuai dengan tradisi kebudayaan istana, terus berusaha untuk mengembangkan dan menyempurnakan tarian Topeng yang telah dirintis pada zaman sebelumnya. Usaha ini disertai dengan memasukkan ajaran hidup berdasarkan agama Islam yang disesuaikan dengan falsafah agama masa lampau.6Ketika Raja-raja Cirebon diberi status ′′pegawai′′ oleh Gubernur Jenderal Daendels dan tidak diperkenankan memerintah secara otonom lagi maka sumber dana untuk memelihara semua kesenian Keratontidak dimungkinkan lagi. Para Abdi Dalem Keratonterpaksa dibatasi sampai yang amat diperlukan sesuai dengan “gaji” yang diterima Raja dari pemerintah Hindia Belanda. Begitulah Penari-Penaridan Penabuh Gamelan Keratonharus mencari sumber hidupnya di rakyat pedesaan. Topeng Cirebon yang semula berpusat di Keraton-Keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat Petani pedesaan. Dan seperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat mengalami transformasi-transformasi. Proses tranformasi itu berakhir dengan keadaannya yang sekarang, yakniberkembangnya berbagai “gaya” Topeng Cirebon.Namun semua Seniman yang berada di luar Keratonmasih tetap menjalin suatu ikatan yang berdasar pada pola pikir bahwa Keratonadalah sumber budaya dan sumbernya para Guru Seni. Pengembangan seni Tari Topengsejak masa itu di dalam Keratonsendiri kurang menggembirakan sehingga apabila Keratonmemerlukan PenariTopeng dengan terpaksa mengambil dari desa-desa. Pada kurun waktu yang lama di Keratontidak lagi mempunyai Penari, Nayaga, Dalang, Pengukir, Penyungging yang langsung keturunan Keraton. Baru setelah pemerintah mengalahkan budaya daerah maka pihak Keratonmulai banyak yang belajar menari Topeng, memukul Gamelan dan seni lainnya. Gurunya tetap mengambil dari desa-desa.




0 komentar:

Posting Komentar