Sabtu, 04 Januari 2020

Mengenal Maestro-Maestro Tari Indonesia

Tarian atau gerakan tubuh adalah salah satu seni pertunjukkan yang diselaraskan dengan iringan lantunan alat musik. Biasanya tarian berfungsi untuk menyambut tamu, peringatan hari atau peristiwa tertentu atau bentuk ritual keagamaan. Indonesia memiliki sejumlah maestro yang menciptakan karya tari khas dan indah. Berikut ini di antaranya: 


1. Bagong Kussudiardjo 

Koreografer dan pelukis kenamaan yang digelari begawan seni ini lahir di Yogyakarta, 9 Oktober 1928. Dalam dunia tari Indonesia, muncul aliran 'Bagongisme', yang merujuk pada karakter tarian-tarian khas Bagong. Sebagai pencipta tari dan koreografer, Bagong mampu melahirkan dan membawakan tari-tarian dengan gerak-gerak yang manis, energik, dan hidup. Karya tari Bagong antara lain tari Layang-layang (1954), tari Satria Tangguh, dan Kebangkitan dan Kelahiran Isa Almasih (1968), juga Bedaya Gendeng (1980-an). 

Karya tari : Selama hidupnya, Bagong Kussudiardja telah menciptakan lebih dari 200 tari dalam bentuk tunggal atau massal. Selain itu, beliau juga banyak menghasilkan lukisan. 

· Tari Kuda-Kuda (1953). Tarian ini diciptakan Bagong bersama Kuswadji. 

· Tari Ganyang Nekolim. Tarian ini Merupakan tari yang dibuat Bagong di masa Orde Lama. Tarian ini mendapat pujian dari banyak pihak karena dianggap sesuai dengan garis LEKRA dan sejalan dengan keinginan petinggi PKI yang bernama D.N. Aidit. Tari ini menggambarkan seorang manusia yang kedua tangannya terbelenggu tapi akhirnya mampu memutuskan belenggu tersebut. Karya ini sendiri sebenarnya merupakan tarian yang diciptakan oleh Bagong setelah ia mengunjungi festival Jacob's Pillow di Amerika Serikat.

· Tari Layang-Layang (1954). Tarian ini awalnya merupakan proyek seni dari Presiden Soekarno yang digarrap oleh Hendra Gunawan untuk Asian Games Tahun 1961.

· Tari Igel-igelan. Terdapat dua jenis tari Igel-igelan yakni tari Igel-igelan Pertama dan tari Igel-igelan Kedua. Tari Igel-igelan pertama menceritakan tentang ruwatan. Tari Igel-igelan Kedua mengisahkan tentang pencak silat. Musik untuk tari ini digarap oleh seorang maestro karawitan Jawa yang juga pernah menjadi profesor di California Institute of The Arts, bernama Ki Tjokrowasito.

· Tari yaipong

· Tari Labako

· Tari Satria Tangguh 

· Kebangkitan dan Kelahiran Isa Almasih (1968) 

· Tari Bedaya Gendheng (1989) 

· Guruh Gemuruh (2002) 

2. Sujana Arja 

Menari bagi Sujana Arja merupakan pekerjaan pokok dan hidupnya. Sujana Arja merupakan sosok seniman topeng (maestro topeng) Cirebon yang serba terampil. Usahanya untuk memperkenalkan seni budaya Indonesia dimulai sejak ngamen di lorong-lorong kampung hingga pertunjukan panggung bergengsi internasional. Ketika remaja (pada tahun 1940an), ia sering ikut bersama grup kesenian pimpinan ayahnya untuk "ngamen" (dalam istilah Cirebon, disebut bebarang). Ia memimpin grup kesenian Panji Asmara. 

Sujana Arja lahir di Desa Slangit di kawasan Klangenan, Cirebon, Jawa Barat, dari seorang keluarga seniman. Ayah ibunya, Arja dan Wuryati adalah penari topeng legendaris di zamannya. Karena itu, Sujana dan delapan saudaranya yang lain terbiasa dengan ritmis dan tetabuhan dinamis tari topeng.

Sujana bersama delapan saudara kandungnya memang mendapat warisan bakat dari kedua orang tuanya. Tapi, setelah keenam saudaranya meninggal, tinggal Sujana dan adik bungsunya, Keni Arja yang masih setia mempertahankan Topeng Cirebon versi Slangit agar tak punah dari desanya. Kakak-beradik ini bukan hanya menunggu panggilan berpentas dan mengamen dari kampung ke kampung atau bebarang. Tapi, juga mereka menjadi duta kesenian yang mewakili Indonesia ke berbagai negara.

Adalah Sujana sosok penari yang paham benar tentang makna filosofi topeng yang diperankannya. Tari Topeng Cirebon memiliki lima jenis yang masing masing menggambarkan tentang fase kehidupan manusia semasa hidupnya. Panji melambangkan kelahiran seorang manusia ke dunia. Samba melambangkan bayi yang telah beranjak dewasa. Rumyang melambangkan pernikahan yang ditujukan untuk menghasilkan keturunan yang baik. Tumenggung melambangkan kewajiban seseorang yang menikah untuk bekerja sebagai bekal bagi keluarga. Terakhir, Kelana adalah kontrol yang harus dimiliki orang itu agar tidak sombong dalam menghadapi hidup. 


3. Sasmita Mardawa 

Sasminta Mardawa atau akrab dipanggil Romo Sas, lahir di Yogyakarta, 9 April 1929. Ia digelari sebagai empu seni tari klasik gaya Yogyakarta. Dia menghadirkan nuansa tersendiri dalam dunia tari klasik Indonesia, khususnya dalam pengembangan tari klasik gaya Yogyakarta. Dia telah menciptakan lebih dari 100 gubahan tari-tarian klasik gaya Yogyakarta, baik tari tunggal untuk putra dan putri, maupun tari berpasangan dan tari fragmen. 

arya-karya tarinya yang sangat digemari antara lain tari Golek, Beksan, Srimpi dan Bedhaya. Dalam mengkreasi suatu karya tari selalu terlebih dahulu melakukan penyesuaian antara tari klasik gaya Yogyakarta yang akan di gubahnya dengan kondisi masyarakat modern. Ia berani melakukan peringkasan dalam sebuah tarian ataupun fragmen. 

Penghargaan 

· Hadiah seni dari Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta (1983) 

· Hadiah seni dari Walikotamadya Yogyakarta pada (1984) 

· Hadiah seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1985) 

· Certificate of Appreciation dari Lembaga Kebudayaan Amerika (1987) 

· Penghargaan Setyo Aji Nugroho dari Kraton Yogyakarta (1994) 


4. Didik Nini Thowok 

Didik Nini Thowok terlahir dengan nama Kwee Tjoen Lian. Ia lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 13 November 1954. Didik dikenal sebagai penari, koreografer, komedian, pemain pantomim, penyanyi, dan pengajar. Koreografi tari ciptaan Didik yang pertama dibuat pada pertengahan tahun 1971, diberi judul "Tari Persembahan", yang merupakan gabungan gerak tari Bali dan Jawa. Selain diangkat menjadi dosen di ASTI, ia juga diminta jadi pengajar Tata Rias di Akademi Kesejahteraan Keluarga (AKK) Yogyakarta. 

Didik Nini Thowok memiliki nama asli Didik Hadiprayitno, lahir di Yogyakarta, 13 November 1954. Ia adalah seniman dengan 'berbasis' pada kesenian tari, dan terkenal dengan tarian 'dua muka'-nya, yaitu sebuah tarian yang menjalankan dua karakter wajah sekaligus dengan menggunakan topeng depan belakang. 


5. Tjetje Sumantri 

Seorang pelopor tari kreasi Jawa Barat. Tjetje yang lahir dengan nama Rd. Roesdi Somantri Diputra meniti kariernya sebagai penari tayuban. Kemahiran ini dikuasai berkat ketekunannya mempelajari berbagai jenis tari dan bahkan pencak silat. Masa jayanya mencapai puncak, ketika ia memimpin perkumpulan Rinenggasari (1958-1965). Sampai tahun 1963, ia menyumbang sekitar 44 karya tari. Penerima tanda penghargaan Piagam Wijya Kusumah (1961) itu mengabdikan diri pada seni tari Sunda sampai akhir hayatnya. 

Beberapa tari kreasi ciptaan R. Tjetje Somantri hingga kini masih diajarkan di beberapa sanggar tari, perguruan tinggi seni dan sekolah kesenian, antara lain: 

Tari Sekar Putri 

Tari Anjasmara I, II, III, 

Tari Sulintang 

Tari Kandagan 

Tari Merak 

Tari Kupu-kupu 

Tari Ratu Graeni 

Tari Koncaran 

Puragabaya 

Kendit Birayung 

Dewi Serang dan Sulintang 

Komala Gilang Kusumah 

Srigati 

Golek Purwokertoan 

Rineka Sari 

Golek Rineka 

Nusantara 

Renggarini. 

0 komentar:

Posting Komentar